Kamis, 27 November 2008

aku pilih mati

Aku Cuma bisa duduk disini, sesaat ketika kau memutuskan untuk pergi meninggalkanku. Sesaat ketika kau pergi dengan sebuah alasan yang jelas. Sebuah alasan yang sangat memungkinkan untuk kau melayangkan tanganmu yang keras itu di pipiku. Aku tak mampu membalas pukulanmu, aku sadar akan kesalahanku. Pukulan itupun aku rasakan pula tadi malam, bukan dari tanganmu, tapi dari tangan Ayah dan Ibuku.

Aku merasa hina sekali, merasa pukulan-pukulan itu sangat tidak ada artinya dengan rasa sakit yang kuberikan untuk kalian, orang-orang yang menyayangiku. Aku bahkan tidak merasa sakit apapun. Entah pipiku yang sudah kebal karena tertimbun oleh air mata yang terus menerus mengalir di pipiku tiada hentinya, atau karena hatiku sudah kebal dengan segenab rasa pasrah.

Aku tidak menyangka peselingkuhan yang kulakukan dengan dasar hanya-untuk-senang-senang menimbulkan masalah yang membuatku ingin mengakhiri hidup. Hidup yang dirangkai kedua orangtuaku dengan sangat apik semenjak kelahiranku 26 tahun yang lalu. Hidup yang kujalani sangat indah bersamamu sejak 5 tahun lalu. Hidup yang kurancang sebegitu sempurnanya sampai aku berhasil kini.

Aku gagal! Aku gagal mewujudkan segala rencana yang dirangkai orangtuaku. Aku gagal menjalani hidup dengan indah bersamamu untuk selamanya. Aku gagal meraih impian yang telah kurancang sendiri. Aku gagal sebagai perempuan!

Siapa aku?

Tuhaaan… aku bahkan tidak lagi mengenal siapa diriku.. Siapa aku ini? Yang aku tahu, aku hanya seorang perempuan bodoh, hina, menjijikkan, tidak berguna, memalukan. Oh aku bukan lagi perempuan manis pujaan semua orang. Perempuan yang mereka selalu lihat di layar kaca dengan senyum manis, tutur kata lembut, tindak tanduk penuh tata krama cenderung solehah yang selalu menjadi panutan gadis-gadis remaja.

Kehidupan penuh gemerlap ini benar-benar membuatku hancur, berantakan, rata dengan tanah, sama dengan kotoran binatang yang tertimbun di gundukan pasir. Baru 3 tahun aku berada di dunia yang menjadi impian hampir sebagian besar orang-orang diluar sana. Hanya dengan senyam-senyum di layar kamera, rupiah pun mengalir dengan deras di rekeningku. Hanya dengan senyam senyum itu pulalah tak ada lelaki yang tak meleleh denganku. Mereka semua ingin memilikiku, tak perduli walau aku sudah punya kamu dari sebelum aku menjadi seorang idola sekarang. Aku gelap mata, aku tak mampu menolak surga dunia yang ada di depan mataku ini.

Sekarang, disinilah aku. Duduk dengan mata kosong, badan lunglai tak berdaya setelah beberapa pukulan kuterima darimu dan ayah ibuku tadi malam. Hilang sudah perempuan manis itu. Perempuan manis itu kini telah berubah hanya dengan sekejap mata. Hanya dengan rayuan gombal khas pria professional muda Jakarta yang setelah itu pergi begitu saja setelah mengetahui bahwa aku telah mengandung anaknya.

Ya.. dia.. dia yang telah membuatku mengandung anaknya itu, kini menghilang bak ditelan bumi. Ternyata pesonaku hanya mampu memuaskannya dalam waktu sekejap, bukan untuk selamanya seperti yang kubayangkan. Ternyata aku terlalu bodoh untuk berpikir bahwa pria yang memujaku itu benar-benar mempunyai hati yang tulus. Ternyata tidak setulus kamu sayang..

Sudah tak ada gunanya aku di dunia ini, aku terlalu hina. Aku benar-benar tak punya muka untuk memandang dunia ini dengan mataku. Aku tak mampu lagi meraba dunia ini dengan kedua tanganku. Aku tak mampu lagi mendengar apapun di dunia ini dengan telingaku. Aku tak mampu lagi mencium harumnya dunia dengan hidungku. Aku ingin mati saja.. biarkan aku mati dengan bayiku ini. Tak ada lagi yang dapat kulakukan di dunia ini. Tak ada tempat untuk wanita hina sepertiku di sini.

Tuhan.. hukumlah aku dengan segala kekuasaanmu.. Aku pasrah.. Aku rela dengan azabmu di hari akhir nanti.. aku tak sanggup lagi…

Tuhan, Ibu, Ayah, Kasihku.. aku memilih untuk mati.

1 komentar:

  1. Wah... tulisannya tumben sedih2an..
    bagus.. maaaknyoosss!!!!!!!
    hhehe..

    BalasHapus